Mengapa kita harus ber-CU ? Pertanyaan
ini muncul awalnya pada saat saya sedang berada dirumah sahabat saya, ngobrol
dengan “gayeng” sehabis menyantap sebungkus nasi goreng. Obrolan yang banyak
melibatkan berbagai macam pemikiran dan pengalaman serta dibumbui petikan rumus
orang-orang pandai yang tidak saya kenal membuat pembicaraan malam itu menjadi semantap
nasi goreng 5 ribuan yang baru saja kami nikmati (membingungkan dan apa adanya).
Pembicaraan kami kadang “panas” layaknya debat
kusir politisi yang tidak jelas juntrungnya
dan hebatnya, ending pembicaraan kami persis seperti debat politisi juga, yaitu
: permasalahan ini akhirnya menguap begitu saja esoknya seperti asap rokok (apa
mungkin saya ada kemampuan menjadi politisi ya...?). pertanyaan ini muncul
kembali saat Mbak Fatimah datang kerumah saya sehabis Magrib bersama anaknya
yang paling buncit, sambil menahan
tangis Mbak Fatimah yang jualan buah ditepi jalan dekat rumah saya berkeluh
kesah tentang dirinya yang pusing tujuh keliling karena harus mencari uang
malam itu untuk bayar cicilan pinjaman di Bank Harian (rentenir) esok pagi, karena
uang yang sudah disiapkan untuk bayar pinjaman harus dipakai buat bayar biaya
sekolah anaknya paling besar yang menginjak kelas 1 SLTP. Dan seperti orang yang jatuh cinta, pertanyaan
ini semakin sering muncul dalam kehidupan saya akhir-akhir ini, saat saya
sedang ngepel rumah yang bocor waktu hujan, saat mancal sepeda saat berangkat kerja dan dalam berbagai kegiatan lain
yang saya lakukan.
Nasib Mbak Fatimah
tidak beda jauh dengan kebanyakan masyarakat kita, walaupun beda kasusnya,
tetapi benang merahnya adalah rakyat kecil cenderung tersisihkan dalam segala
hal. Banyak program pengentasan kemiskinan yang dibuat oleh pemerintah, diantaranya
bantuan beras raskin, BLT, BOS, dan PNPM tetapi apakah program
tersebut menyentuh dasar dari akar permasalahan kemiskinan di negara ini ? orang
yang masuk program raskin, berasnya dijual untuk beli susu anaknya yang masih
bayi, ada dana BOS untuk sekolah, tetapi anak-anak banyak yang tidak sekolah
tetapi malah kerja untuk membantu orang tua yang megap-megap menghidupi keluarga. Ada biaya kesehatan gratis, tetapi
pelayanannya bikin sakit hati. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2008, penduduk
miskin di Indonesia mencapai 35 juta jiwa dan dana yang digunakan untuk
pengentasan kemiskinan mencapai Rp. 63 triliun. Setahun kemudian dana
pengentasan kemiskinan mencapai Rp. 66, 2 triliun sementara jumlah penduduk
miskin hanya berkurang menjadi 32,5 juta jiwa. Sedangkan pada 2010 lalu,
dana pengentasan kemiskinan naik lagi hingga Rp. 80,1 triliun, namun jumlah
penduduk miskin tetap tinggi yakni sebesar 31 juta jiwa. Dengan kata lain,
penambahan dana sebesar Rp. 18 triliun selama dua tahun terakhir hanya bisa
menurunkan angka kemiskinan sebesar 2,1%, dari 15,4% pada 2008 menjadi 13,3%
pada 2010 (http://www.mediaindonesia.com). Jadi bagaimanakah cara rakyat ini lepas
dari jerat kemiskinan ?
Yang jelas, soal kemiskinan ini
tidak harus diperdebatkan tetapi diperlukan tindakan nyata, banyak hal yang
harusnya dilihat dari sisi ruang lingkup rakyat miskin itu sendiri. Gelontoran
dana dari Pemerintah yang begitu besar tidak bisa menjamin mampu secara efektif
memotong lingkaran setan kemiskinan ? biarpun rakyat miskin kesulitan makan,
tetapi apakah mereka benar-benar sudah tenang jika mendapatkan bantuan beras
tiap bulan ? belum, karena mereka butuh uang untuk bayar listrik setiap bulan,
mereka masih butuh buat beli makanan yang bergizi buat anak mereka agar bisa
menjadi penerus bangsa yang berkualitas, mereka juga masih harus pusing
memikirkan bagaimana jika rumah kontrakannya telah habis waktu kontraknya,
bagaimana jika lapak jualannya kena gusur dan masih banyak hal rumit lainnya.
Salah satu
faktor kenapa masyarakat miskin sulit untuk lepas dari jerat kemiskinan adalah
akses dalam fasilitas keuangan yang sangat minim. Banyak Program Pemerintah
yang kurang memperhatikan faktor ini. Masyarakat miskin cenderung sulit dapat
mengakses pinjaman di Bank, karena Bank mempunyai berbagai prosedur yang rumit
dan jauh dari jangkauan orang miskin, inilah sebab dimana orang miskin banyak
menjadi pelanggan setia rentenir yang tidak punya jiwa prikemanusiaan yang
membuat prosedur pinjaman yang tidak
bertele-tele dan tepat sasaran (orang miskin yang kepepet). Seperti
kasus Mbak Fatimah, saat kepepet butuh modal dagang dia hanya punya pilihan
pinjam direntenir, karena masalah klasik orang miskin adalah dia tidak punya
anggunan untuk dijaminkan dibank ataupun di koperasi, walaupun bunga pinjaman
yang harus dibayar sangat tinggi dan tidak masuk akal kepada rentenir, tetapi
hanya itulah akses yang sesuai bagi Mbak Fatimah untuk mendapatkan modal usaha
jualan buahnya. Sebetulnya pihak Pemerintah pun telah menggulirkan dana untuk
Koperasi dan UKM seperti yang disampaikan Agus Muharram, Deputi Pembiayaan Kementrian Koperasi & UKM. Indonesia
telah melakukan kredit mikro kecil melalui kementrian Koperasi & UKM dengan
adanya dana bergulir, serta program Perempuan Keluarga Sehat Sejahtera
(Perkasa). " Secara konseptual, Indonesia lebih baik dari Grameen Bank-nya
Yunus, seperti keberadaan koperasi " tegasnya. Namun Agus mengakui,
persoalan kedisplinan, pengawasan, serta evaluasi secara berkala dalam program
kredit mikro, masih jauh api dari panggang. "Pembangunan ekonomi sosial,
sama halnya membangun infrastruktur, harus ada perawatan," Agus bertamsil.
Selain persoalan tersebut, Agus menyebutkan, keberadaan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) yang saat ini mencapai 50 ribu lebih perlu adanya payung hukum.
"Secara konsep, regulasi LKM sudah selesai dibahas bersama BI,"
ungkapnya. (http://m.inilah.com/read/detail/85/lembaga-mikro-keuangan-pro-rakyat-miskin-mungkinkah/). Sejalan dengan yang
diungkapkan Agus Muharram,
Deputi Pembiayaan Kementrian Koperasi & UKM, koperasi (LKM) memerlukan
pengawasan dan pembinaan yang berkala. Semakin menjamurnya koperasi kenyataannya bukan malah mendukung
masyarakat bawah, tetapi telah menjadi ajang bisnis keuangan sebagian orang yang
mencekik rakyat kecil. Karena sekarang banyak Koperasi yang tidak mempunyai
semangat kebersamaan dan solidaritas yang menjadi dasar berdirinya Koperasi. Sudah
menjadi rahasia umum, dari sekian banyak koperasi yang ada hanya sekian persen
saja yang memegang betul kaidah berkoperasi. Yang lain hanya lintah darat
berkedok Koperasi. Akhirnya, rakyat kecil jugalah yang semakin terpuruk, dana
dari pemerintah yang begitu besar akhirnya hanya menguntungkan beberapa pihak
saja.
Juga sering
kita dengar saat Hari Raya Idul Fitri menjelang, pasti ada banyak berita
tentang tabungan kolektif yang dibawa lari oleh pengepulnya saat penabung mau
menarik uang simpanannya untuk keperluan hari raya. Korbannya adalah rata-rata
kalangan bawah dalam strata ekonomi dinegara ini, mereka adalah orang yang
selalu menyisihkan uang dari hasil jerih payah kerja setiap harinya hanya untuk
mencukupi kebutuhan Lebaran 1 tahun sekali. Kenapa mereka tidak kapok dan memilih menabung di Bank yang
relatif lebih aman ? karena faktor psikologi bahwa tidak ada Bank yang mau
melayani tabungan uang kecil, kenyataannya walaupun banyak Bank yang menyebar
dari kota hingga unit yang masuk ke kecamatan, bisa transfer melalui hp, bisa
lihat rekening lewat internet, bisa dapat hadiah mobil Mercy dan berbagai tetek
bengek tentang prosedur dan iklan yang menghanyutkan, tetapi tetap membuat
tukang becak, pedagang kaki lima, ataupun buruh tani enggan dan canggung
menabung di Bank dan yang pasti mereka tidak membutuhkan fasilitas yang seabreg
itu. Yang mereka butuhkan adalah mereka bisa menabung dengan kemampuan mereka,
dilayani dengan baik tanpa direndahkan dan pastinya sesuai dengan style mereka
yaitu, tidak ruwet.
Segala realitas diatas semakin meyakinkan saya tentang sebuah pelajaran
hidup yang didapat oleh seorang wali kota Flammersfield di Jerman Barat yang bernama Friedrich Wilhelm Raiffeisen yang
menjadi pemprakarsa gerakan Credit Union yang menyimpulkan bahwa , “kesulitan si miskin hanya dapat
diatasi dengan jalan mengumpulkan uang dari si miskin itu sendiri dan kemudian
meminjamkannya kepada sesama mereka”. Dan meneruskan obrolan saya dan
sahabat saya beberapa malam yang lalu, semakin menguatkan keyakinan bahwa cara
yang efektif untuk mengentaskan kemiskinan
adalah dengan gerakan CU (Credit Union). Wacana ini bukan karena CU telah menguasai sebagian besar hajat hidup
saya, karena saya bekerja disebuah CU primer, atau karena saya juga punya
pinjaman di CU (ah...ketahuan juga kalau punya utang) tetapi pengalaman saya
yang lebih dari 10 tahun dalam gerakan CU telah membuka pikiran saya tentang
manfaat dan keunggulan CU dibandingkan dengan Lembaga Keuangan yang lain.
Diantaranya,
· ada nilai-nilai solidaritas, dengan kita
menyimpan uang di CU berarti juga secara langsung membantu anggota yang lain
yang membutuhkan modal pinjaman.
· ada nilai keadilan - dalam arti akurat
dalam membagi keuntungan, sesuai dengan yang ditabur dan dituai, semakin aktif
menjadi anggota CU akan mendapat banyak
kemudahan dan keuntungan.
· ada kesetaraan gender, satu anggota punya
hak satu suara.
· CU bisa membantu diri sendiri, tetapi harus
bertanggung jawab pada diri sendiri dan orang lain, saat kita mendapat pinjaman
lunak dan mudah dari CU, yang menjadi taruhan adalah nama baik dan harga diri
kita, jika kita menyalahgunakan kepercayaan itu maka yang menanggung akibatnya
bukan hanya kita tetapi juga seluruh anggota CU juga akan ikut terkena
dampaknya.
·
bersifat swadaya, yaitu dari, oleh dan untuk
anggota.
· CU terbuka kepemilikannya bagi siapapun, CU
bukan milik pribadi, bukan bisnis perorangan, atau golongan tertentu, berbeda
dengan BPR, Bank dll.
· CU didirikan hanya untuk upaya pemberdayaan
ekonomi masyarakat yang di dalamnya termasuk kepentingan investasi. Seluruh
proses pengelolaan organisasi dan keuangan bermuara ke satu tujuan yakni
mensejahterakan anggota/masyarakat.
· CU adalah lembaga keuangan yang sangat
transparan bagi anggota. Ada laporan bulanan yang bisa diakses oleh anggota.
·
CU memiliki jaringan kerja sampai di
tingkat internasional.
· CU memiliki produk Asuransi yang memberikan
perlindungan terhadap simpanan maupun pinjaman anggota. Seluruh
investasi/simpanan dapat dijaminkan oleh asuransi.
·
CU juga memberikan bantuan atau dana-dana
sosial secara cuma-cuma kepada anggota.
·
CU sebagai learning Community menempatkan
pendidikan dan pemberdayaan sebagai landasan utama bagi besar dan kuatnya
lembaga. Pemberdayaan dilaksanakan dalam bentuk kursus, pendidikan, pelatihan,
work shop, seminar-seminar yang modulnya dirumuskan dari kebutuhan-kebutuhan
anggota dan lembaga.
Dan
hal lain yang juga menguntungkan jika menjadi anggota CU adalah :
·
segala
bentuk produk pinjaman di CU selalu ditujukan untuk kesejahteraan anggota.
·
bunga
pinjaman cenderung lebih murah dan tidak memberatkan peminjam (anggota.)
·
faktor
kepercayaan menjadi dasar utama dalam pinjaman.
Oleh sebab itu, saya sebagai orang CU, yang berjiwa CU dan berkomitmen
untuk ber-CU dimanapun, akan selalu menghormati penjual nasi goreng dan sungguh
berharap bahwa CU semakin dikenal dan semakin diminati oleh masyarakat sebagai
tumpuan untuk kesejahteraan keluarga. Dan saya yakin, Insya Allah dengan CU,
cerita Mbak Fatimah akan lain, tentunya menjadi cerita dengan derai tawa dan
kebahagiaan.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut